Wednesday, February 29, 2012

Blueberry Atasi Obesitas dan Diabetes

Jus blueberry dengan sedikit tambahan bakteri kemungkinan bakal menolong penderita obesitas dan diabetes suatu hari. Pasalnya, beradasar temuan para ahli dari Kanada, jus yang mengalami biotransformasi dengan bakteri dari kulit buah mampu menurunkan hiperglikemia (menaiknya kadar gula secara tidak normal) pada penderita diabetes setelah dicobakan pada tikus.

Bahkan jus ini mampu melindungi tikus dari munculnya diabetes akibat obesitas. Demikian penelitian yang dipublikasi Agustus ini di International Journal of Obesity.

“Hasil penelitian ini jelas menunjukkan bahwa jus blueberry yang mengalami biotransformasi berpotensi kuat sebagai anti-obesitas dan anti-diabetes,” jelas Pierre S Haddad, profesor farmakologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Montreal dalam sebuah rilis.

Jus blueberry yang mengalami biotransformasi ini, menurut Pierre merupakan agen terapetik baru. Bakteri Serratia vaccinii, strain baru blueberry yang telah diisolasi muncul dan bekerja dengan cara meningkatkan efek antioksidan alami buah. Kadar glukosa darah tikus, yang potensial menyebabkan resistensi insulin akibat obesitas, hipertensi turun hingga 35 persen setelah tiga hari minum super jus ini.

“Tikus-tikus ini merupakan model yang istimewa karena memiliki keadaan yang mendekati keadaan manusia sebenarnya dengan obesitas dan cenderung ke arah diabetes tipe 2,” jelas Haddad.

SourCe

Pria Lebih Rentan Kena Diebetes Daripada Wanita

Semua orang memiliki risiko terkena penyakit diabetes. Namun menurut penelitian terbaru, kemungkinan pria menderita diabetes lebih besar dibandingkan wanita.

Studi terbaru itu diprakarsai oleh akademisi dari Glasgow University. Mereka menemukan bahwa pria memiliki risiko yang lebih besar terkena penyakit diabetes tipe 2 walau memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih rendah daripada wanita.

Pemimpin penelitian, Profesor Naveed Sattar, dari Institute of Cardiovascular and Medical Sciences mengatakan, kelebihan berat badan adalah faktor utama yang memberikan risiko terhadap diabetes tipe 2 (diabetes karena perubahan gaya hidup). Faktor lain yang mempengaruhi adalah usia, etnis dan genetik.

Penelitian yang dilakukan oleh Sattar melibatkan 51.920 pria dan 43.137 wanita. Seluruhnya merupakan pengidap diabetes tipe 2 dan umumnya memiliki IMT di atas batas kegemukan atau overweight.

Hasilnya ditemukan, pria cenderung sudah terkena diabetes saat indeks massa tubuhnya belum sebesar para wanita dengan penyakit yang sama. Para pria terkena diabetes pada IMT rata-rata 31,83 kg/m2 sedangkan wanita baru mengalaminya pada IMT 33,69 kg/m2.

Prof Naveed Sattar yang memimpin penelitian ini mengatakan, “Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada pria, penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme. Dengan kata lain, laki-laki lebih rentan terhadap diabetes,” ujar Profesor Naveed Sattar, seperti yang dikutip dari Times of India.

Sering Tidur Malam Picu Diabetes dan Penyakit Jantung

Kebiasaan tidur malam yang buruk sering membuat Anda merasa lelah dan kesal. Selain itu, gangguan tidur malam yang buruk selama enam kali berturut-turut, juga dapat memicu timbulnya diabetes dan penyakit jantung.

Profesor Philippe Froguel dari Imperial College London mengatakan, “Kontrol gula darah adalah salah satu dari banyak proses yang diatur oleh jam biologis tubuh,” katanya, Ahad (29/1). Salah satu jam biologis tubuh adalah tidur. Terganggunya proses tidur itu akan berdampak pada kontrol gula darah.

Penelitian baru terkait kebiasaan tidur yang digelar beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa gejala diabetes sudah muncul saat mengalami gangguan tidur selama tiga kali berturut-turut. Hasil penelitian ini dipublikasikan oleh Nature Genetics yang diberitakan Daily Mail.

Nature Genestics melakukan penelitian ini terhadap 20 ribu pekerja shift malam, dan dari hasil penelitian, terbukti untuk pekerja shift malam rentan terhadap penyakit diabetes dan penyakit jantung. Studi penelitian ini menemukan empat varian gen yang beresiko terkena diabetes maupun penyakit jantung.

Tuesday, February 28, 2012

Berbagai Pengobatan Baru Diabetes Melitus

Begitu banyaknya penderita Diabetes Melitus (DM) di seluruh dunia, membuat para peneliti terus mengembangkan pengobatan penyakit tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian dilakukan yang terkait dengan penyakit DM.

Penelitian-penelitian tersebut tentunya dilakukan untuk menemukan pengobatan yang terbaik untuk DM. Penelitian-penelitian tersebut, termasuk berhasil ditemukannya pankreas buatan dan transplantasi sel beta.

Beradasarkan data National Diabetes Statistics 2011, prevalensi DM telah diperkirakan 8,3 persen dari penduduk Amerika Serikat, dan sebagian besar adalah DM Tipe II seperti dilansir dari Epharmapedia, Rabu (7/9/2011).

Berbagai pengobatan DM telah dikembangkan dan telah diterapkan pada banyak pasien DM tipe 2. Namun, pengobatan pada pasien DM Tipe II terkait pada beberapa mekanisme, antara lain:
  1. Insulin sensitizer. Insulin sensitizer dapat meningkatkan kemampuan sel tubuh untuk mengenali berbagai insulin, dan kemudian untuk meningkatkan tindakan insulin dengan mendorong glukosa ke dalamnya, sehingga menurunkan tingkat glukosa darah. Sensitizer insulin utama, yaitu glitazones dan Biguanides seperti metformin.
  2. Secretagogues. Obat ini termasuk obat yang memaksa pankreas untuk meningkatkan jumlah insulin, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat-obat ini termasuk sulfonilurea, meglitinides, mimesis incretin (Exenatides) dan dipeptidyl peptidase inhibitor IV (DPP IV inhibitor), seperti sitagliptin.
  3. Mekanisme lainnya.Mekanisme lainnya, misalnya alfa-glukosidase inhibitor dan analog amylin. Acarbose adalah inhibitor alfa-glukosidase yang mencegah degradasi karbohidrat dalam usus, dan dengan demikian mencegah penyerapan glukosa yang diperoleh dari makanan. Pramlintide adalah analog hormon yang disebut amylin, yang dihasilkan dari sel-sel yang sama yang memproduksi insulin. Amylin memperlambat gerakan perut dan menciptakan sensasi kenyang yang membantu untuk mengatur penyerapan glukosa dan mencegah peningkatan pesat konsentrasi glukosa darah setelah makan
Beberapa pengobatan baru untuk DM, antara lain:
  1. Exenatide seminggu sekali
Beberapa exenatides telah diperkenalkan sebagai suntikan sehari-hari, dan telah disetujui sebagai pengobatan pembantu untuk DM tipe II.

2. SGLT-2 Inhibitor
Ginjal adalah organ yang cukup konservatif ketika didatangi glukosa, karena ia bekerja untuk menyerap kembali beban glukosa yang mungkin mencoba untuk keluar bersama urin. Sodium-glukosa cotransporter-2 (SGLT-2) yang secara normal ditemukan dalam tubulus proksimal ginjal akan mereabsorbsi sebagian besar glukosa dan mengembalikan ke aliran darah dengan bantuan dari gradien natrium.

Dapagliflozin adalah obat pertama yang dikembangkan untuk menghambat SGLT-2 dan karenanya meningkatkan hilangnya glukosa dalam urin.

Penurun glukosa merupakan obat dengan kemampuan yang berhubungan dengan ekskresi glukosa ginjal. Efeknya tergantung pada jumlah glukosa yang disaring melalui glomeruli dan tidak tergantung pada sekresi insulin. Metode aksi meminimalkan risiko hipoglikemia. Tetapi hal itu juga membuat dapagliflozin kurang efektif bila tingkat filtrasi glomerulus menurun karena perkembangan gangguan ginjal.

Dalam dua studi, dapagliflozin (5 mg atau 10 mg) dievaluasi dalam kombinasi dengan metformin XR dan dibandingkan dengan monoterapi.

Kedua studi dilakukan selama 24 minggu, dan pada akhir penelitian proporsi yang lebih tinggi dari pasien yang diobati dengan terapi kombinasi mencapai HbA1c yang lebih rendah dan kontrol glikemik yang lebih baik. Pada kelompok Dapagliflozin juga mencapai penurunan berat badan lebih dari kelompok metformin. Efek samping utama yang dilaporkan adalah infeksi saluran kemih.

Food and Drugs Administration (FDA) pada 19 Jul 2011 menentang merekomendasikan persetujuan untuk obat baru ini karena dapat menyebabkan peningkatan risiko kanker payudara dan kanker kandung kemih.

3. Agonis PPAR ganda
Glitazones adalah agonis PPAR-gamma, dan melalui aktivasi reseptor nuklir spesifik, dapat membuat jaringan tubuh merespons insulin.

Suatu grup baru dari obat Agonis PPAR disebut Dual, karena kemampuannya untuk mengaktifkan PPAR-gamma dan alpha pada waktu yang sama. Menariknya, agonism PPAR-alpha seharusnya merupakan mekanisme aksi fibrate yang mengurangi trigliserida dan meningkatkan HDL.

Sehingga seharusnya bahwa agonis PPAR-ganda akan terus mendapatkan manfaat dari glitazones dan fibrates.Sebuah uji coba fase II memeriksa suatu agonis PPAR ganda baru, yaitu aleglitazar,. Pengujian tersebut menunjukkan bahwa terapi dengan agen ini mengurangi hiperglikemia dan level normal dari HDL-C dan trigliserida dengan keamanan yang dapat diterima. Aleglitazar saat ini sedang dipelajari dalam skala besar percobaan klinis untuk menilai apakah akan dapat mengurangi risiko kardiovaskular (kematian, infark miokard, atau stroke) di antara pasien dengan diabetes dan penyakit arteri koroner.

4. Glukokinase Aktivator
Glukokinase adalah enzim intraseluler yang dapat membatasi langkah dalam metabolisme glukosa.

Tidak ada keraguan bahwa diabetes merupakan target potensial bagi banyak peneliti dan ilmuwan untuk menurunkan prevalensi diabetes.

Kemajuan dalam pemahaman tentang patofisiologi diharapkan dapat membimbing para peneliti untuk mengembangkan pengobatan yang lebih radikal dan maju. Namun sayangnya, berbagai pengobatan baru untuk DM yang telah ditemukan oleh para peneliti mungkin belum dapat diperoleh dan digunakan secara luas di negara berkembang.

Dampak Menyuntik Insulin Terus Menerus di Satu Tempat

Menyuntik insulin terus-menerus di satu tempat yang sama bisa memberi dampak negatif. Terutama bagi pasien diabetes melitus tipe 1 yang harus menyuntikkan insulin harus berhati-hati saat menyuntikkan insulin.

Seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun yang tidak disebutkan namanya ini berasal dari Johannesburg, Afrika Selatan. Ia datang ke dokter beberapa waktu yang lalu dengan kondisi perut membengkak di 2 tempat hingga membentuk belahan besar mirip pantat. Ini gara-gara ia menyuntikkan hormon insulin di tempat yang sama setiap hari selama 30 tahun.

Belahan yang menggantung persis di bawah pusar itu merupakan jaringan lemak yang membengkak dan sering dialami oleh para pengidap diabetes melitus tipe 1 yang harus menyuntikkan insulin setiap hari. Kebanyakan, hormon insulin ini memang disuntikkan di bagian perut.

Pembengkakan lemak atau lipohypertrophy merupakan reaksi yang wajar pada penyuntikan insulin, sehingga disarankan untuk selalu berpindah tempat penyuntikan. Namun yang terjadi pada pasien ini, selama 30 tahun ia menyuntikkan insulin di tempat yang sama setiap hari.

“Tim kami terdiri dari 5 dokter senior dan semuanya belum pernah melihat kasus separah ini. Kami melaporkannya di jurnal ilmiah karena ini kasus ekstrem,” kata Dr Stan Landau dari Centre for Diabetes and Endocrinology di Joannesburg, seperti dikutip dari Dailymail, Jumat (10/2/2012).

Menurut Dr Landau, pembengkakan lemak pada pasien ini bisa menyusut dengan sendirinya setelah pasien tidak lagi menyuntik di tempat yang sama setiap hari. Namun karena kondisinya sudah terlanjur parah, bekasnya tidak akan pernah hilang kecuali dengan operasi plastik.

Oleh Dr landau dan timnya, kasus tersebut sudah dilaporkan dalam jurnal ilmiah New England Journal of Medicine. Sayangnya setelah beberapa kali mendapat perawatan, pasien itu tidak lagi mengontak para dokter sehingga tidak terpantau lagi perkembangannya.

Bagi pengidap diabetes melitus tipe 1 yang lain, Dr Landau sangat menyarankan agar suntikan insulin dilakukan di tempat yang berbeda setiap hari. Bagi yang terlanjur mengalami pembengkakan lemak di suatu tempat, biasanya akan diberi jarum yang lebih kecil dan jenis insulin yang berbeda.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Toko Herbal Online | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | belt buckles